Kisah Inggit Garnasih Dan Soekarno Dalam Sebuah Monolog Inggit Garnasih




Poster Monolog Inggit Garnasih oleh Happy Salma 2013

Siapa tidak kenal dengan sosok Soekarno. Presiden pertama kita sekaligus sebagai Bapak Proklamator Indonesia. Tapi siapa sangka, di balik perjuangan Soekarno menuju kemerdekaan, ada sosok perempuan yang menemaninya pada masa-masa sulit. Fatmawati? Bukan, ia adalah Inggit Garnasih, istri kedua Soekarno.
Inggit Garnasih lahir di Banjar, Bandung, pada tanggal 17 Februari 1888. Inggit garnasih bertemu dengan Soekarno, ketika Soekarno sedang berkuliah di Bandung. Secara kebetulan pula, Soekarno yang merupakan murid kesayangan sekaligus menantu dari H.O.S. Tjokroaminoto, kost di rumah milik Inggit garnasih dan Haji Sanusi, suaminya. Inilah awal pertemuan antara Soekarno dan Inggit Garnasih.
Katakanlah, kisah cinta antara Inggit Garnasih dan Soekarno merupakan kisah cinta yang diawali dengan kebetulan saja. Kebetulan saja Soekarno sedang gusar dengan perkimpoiannya dengan Oetari, anak dari Tjokroaminoto, karena pernikahannya dengan Oetari merupakan akibat dari dipenjaranya Tjokroaminoto sehingga Soekarno harus menggantikan posisi Tjokroaminoto dalam keluarga besar Tjokroaminoto. Selain itu, Oetari menurut Soekarno tidak bisa menjadi istri yang memenuhi kriteria Soekarno. Sedangkan Inggit sendiri, sedang gusar dengan kelakuan Haji Sanusi, suaminya, yang kerap kali keluar malam tanpa juntrungan yang jelas.
Soekarno yang membutuhkan sosok perempuan pendamping ideal (sebagai ibu, teman, dan kekasih) dan Inggit Garnasih yang mengalami kesepian. Dua keadaan inilah yang menjadi faktor utama dimulainya kisah cinta Soekarno dan Inggit Garnasih. Mereka akhirnya menikah pada tahun 1923, setelah terlebih dahulu Soekarno menyatakan cintanya pada Inggit Garnasih yang lebih tua, dan meminta Haji Sanusi untuk menceraikan Inggit. Sebuah kisah cinta berbeda usia. Soekarno yang masih muda dan menggebu-gebu, dengan Inggit Garnasih yang sudah kepala tiga dan keibuan.
Kisah selanjutnya sudah jelas. Inggit Garnasih mendukung seluruh kegiatan politik Soekarno yang sedang menanjak. Inggit garnasih harus berjualan kencur, korset, dan kembang demi memenuhi kebutuhan Soekarno muda, yang ternyata tak mahir dalam mencari uang. Inggit Garnasih juga harus merelakan dirinya berjalan sejauh 8 kilometer demi menengok Soekarni yang di penjara di Sukamiskin.
Tak hanya itu, sosok Inggit menjadi penentu mengenai terpeliharanya semangat juang Soekarno yang mulai memudar karena didera kesepian saat di penjara di Pulau Ende, Flores. Selama di Flores tersebut, Inggit Garnasih harus pandai dalam mencari buku, dan surat kabar agar Soekarno tidak stres dan hilang semangat. Dalam buku karangan Ramadhan KH yang berjudul Kuantar ke Gerbang, Inggit garnasih mengatakan bahwa Soekarno tanpa buku mirip seorang anak kecil yang uring-uringan karena tidak memiliki mainan.
Setelah lelah menemani Soekarno di Ende, Flores, perjuangan Inggit Garnasih belum selesai. Karena setelah dibuang di Flores, Soekarno kembali mengalami masa pembuangan, kali ini ke Bengkulu, Sumatra. Sayangnya, pembuangan ke Bengkulu ini merupakan masa perjuangan terakhir Inggit dalam menemani Soekarno. Karena di Bengkulu ini, Soekarno bertemu dengan Fatmawati yang kelak menjadi istri ketiganya.
Akhirnya, setelah mengalami masa sulit, Soekarno yang menginginkan keturunan, berusaha untuk memadu Inggit, dan menikah dengan Fatmawati. Sebuah rencana yang ditolak mentah-mentah oleh Inggit. Bisa dikatakan, menurut penulis, mungkin inilah pertama kalinya Inggit Garnasih menolak permintaan dari Soekarno. Akhirnya, pada tahun 1942 Soekarno menceraikan Inggit, dan mengembalikan Inggit ke Bandung.
Kisah mengharukan dari sosok Inggit Garnasih, belakangan dipentaskan dalam bentuk monolog, yang berjudul Monolog Inggit. Pementasan ini dilakukan oleh Titimangsa Foundation yang didirikan oleh Happy Salma. Ia pula yang memerankan Inggit selama monolog tersebut. Monolog Inggit pertama kali dipentaskan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Bandung pada 2011, dan pada tahun yang sama dipentaskan kembali di panggung Salihara, di Jakarta Selatan. Pementasan berdurasi kurang lebih 2 jam ini mendapat sambutan meriah.
Memasuki tahun 2013, muncul kembali Pementasan Monolog Inggit. Namun, kali ini dengan nama berbeda, Monolog Inggit Garnasih. Pementasan ini dilakukan di Universitas Indonesia, pada tanggal 13-14 April 2013 mendatang, bertempat di Auditorium Gedung IX FIB UI, Depok. Acara yang berlangsung selama 2 hari ini dilengkapi dengan diskusi santai mengenai Inggit Garnasih dengan pembicara Rocky Gerung, Peter Kasenda, dan Linda Sunarti pada tanggal 12 April 2013. Acara ini seperti berusaha memberikan kita gambaran jelas, siapa itu Inggit Garnasih dan memberikan gambaran kepada kita orang awam tentang sejarah namun dalam bentuk yang berbeda, yaitu dalam bentuk Pementasan Monolog. T S

Follow On Twitter